PART 2.......
“siapa ya laki-laki itu? Dia berseragam
sekolah ini tapi kok Aku tidak pernah melihatnya. Apalagi matanya itu kayak
mata elang”, pikirku. Karena asyik melamun, temanku, Nia mengagetkanku.
“woy Nisa lu ngelamun aja, pindah sana
ke tempat duduk lu”, kata Nia.
Aku belingsatan menuju tempat dudukku.
Kulihat teman sekelasku ada yang tersenyum melihat tingkahku. Akhirnya bel
masuk berdering…..
Pelajaran kulalui dengan tenang sampai
bel istirahat berbunyi.Dan… inilah surga bagi pelajar pada umumnya. Aku keluar
kelas sambil membawa kotak makan ku. Tetapi Aku tidak ke kantin melainkan ke
masjid sekolah untuk salat Dhuha terlebih dahulu. Ketika Aku mau mengambil air
wudhu, kulihat laki-laki mata elang itu sedang berwudhu juga. Wow… rajin juga
ni anak. Eh tapi tunggu dulu, bisa aja dia cuma cuci muka atau cuci tangan
sebelum makan? Tapi kok kalo dia Cuma cuci muka sama cuci tangan pake segala
lepas sepatu ya? Tiba-tiba Aku mengintipnya. Telapak tangan, hidung, wajah,
tangan, rambut, telnga, kaki. Bener loh nih anak lagi berwudhu. Hebat hebat.
Setelah wudhu aku mengambil mukena yang
ada dilemari, lalu aku salat dengan khusyuk. Setelah salat, Aku keluar masjid
untuk memakai sepatu. Dan kulihat juga Dia sedang memakai sepatu. Sepertinya
mata elangnya langsung tertuju kearahku ketika aku ingin mencari sepatuku. Akupun
menyadari hal tersebut. Aku langsung menunduk dan buru-buru memakai sepatu.
Pokonya aku selalu dibuatnya ngga nyaman. Dalam hati aku terus mengomel dengan
bibir maju kedepan tapi Aku tidak berani
untuk menatap balik matanya.
“Kenapasih nih orang sering ngeliatin
Aku melulu? Salah apa Aku ini?”,batinku. Lalu Aku memberanikan untuk
mendongakkan kepalaku kearah laki-laki itu. Hah? Udah nggak ada! Cepet banget
menghilangnya? Misterius!
Tanpa kusadari bel masuk berdering. Dan
Akupun belum memakan bekalku. Parahnya lagi sekarang perutku kelaparan. Tanpa
pikir panjang Aku langsung lari menuju kelas sambil membawa kotak makanku. Dan
sesampainya dikelas Aku langsung melihat jadwal matpel di buku catatan karena
Aku belum begitu hafal.
Mataku melirik pada kata-kata ‘IPS’.
Oh ampun! Kenapa harus IPS? Bukan
karena pelajarannya tapi yang mengajar adalah Ibu garang/galak/killer alias Ibu
Desi. Beliau itu ngga pernah tega untuk memberi tugas seambrek-ambrek. Waktu
itu Ibu Desi pernah memberi tugas kepada Kami untuk menjelajah Gunung Bromo.
Parah kan??? Dan ditambah hawa menyeramkan dari raut wajah Beliau yang selalu
membuat kita mengantuk. Dikelas kerjaan Beliau kalo ngga rajin ngasih tugas
adalah ngomelin anak-anak dengan senjatanya yaitu penggaris besi 30cm. Kenapa
nggak sekalian aja bawa pedang? Nanti kami bawa perisai. Jadi deh PERANG!!!
KRRRIUUK!....
Aduh suara perut laper ku bunyi lagi!
Sumpah ngga etis banget waktu ini dengan perutku. Udah pelajarannya IPS
ditambah perutku lapar banget. Akhirnya Aku hanya memegangi perut saja. Menurutku
2 jam pelajaran IPS itu bagaikan 200 tahun didalam medan magnetnya Ibu Desi.
Lama banget! Dan kamipun dalam sekejap mata bisa terhipnotis. Hebat! Ibu Desi
bisa mangalahkan Uya Kuya dalam hipnotisan ini. Tapi bedanya kami yang
dihipnotis tidak mengerti apa yang ditanyakan hehehe.
2 jam kemudian.
“Huft!!!”.
“hore…bebas… merdeka…”, anak-anak yang
lain juga merasakan kegembiraan pada saat bel berakhirnya pelajaran 200 tahun
itu yang mengerikan! Kami seperti penjajah kolonial yang sedang di Romusha dan
pada tahun 1945 akhirnya Kami di merdekakan.
“Nis, lu kenapa? Dari tadi gue liat
kayaknya lu gelisah banget?”, kata Rahmi, teman sebangkuku.
“hah? Hehehe ngga papa Mi, tadi aku
Cuma sedikit kelaperan pas pelajaran IPS”, kataku sambil cengar-cengir.
“emang
tadi pagi lu ga sarapan?”.
“sarapan, tapi masalahnya Aku belom
makan bekalku tadi”.
“ck ck ck Nisa Nisa, gue bingung deh
sama lu, kayaknya lu makan melulu tapi kenapa badan lu itu ga pernah gemuk sih?
Atau jangan-jangan lu cacingan lagi?”.
“nah itu juga yang bikin aku bingung,
enak aja. Kalo aku cacingan perutku ngga segendut orang cacingan kan?”.
Kami hanya tertawa.
Pelajaran dilanjutkan, kali ini
pelajaran Bahasa Inggris. Fiuuh… untungnya pengajar dibalik pelajaran ini
adalah guru yang perhatian. Mrs. Cathrine. Guru satu ini bisa dibilang guru
tercantik disekolah ini. Bukan namanya doang yang keren tapi orangnya juga
keren alias bermodis. Tapi Beliau tetap sopan terhadap siapapun terutama
murid-muridnya. Denger-denger Beliau ini udah bolak-balik kuliah diluar negeri
jurusan sastra Inggris. Padahal Wong Jowo
loh... terus. Ada yang lebih seru
lagi nih: katanya Beliau juga belom MENIKAH!!! Asal kalian tahu nih, aku mau
bercita-cita seperti Mrs. Cathrine. Diumurnya yang masih belia Dia sudah bisa
hidup mandiri di Jakarta ini dan jauh dari kota kelahirannya di Solo. Hebat.
Two thumbs up for you!
Disaat sedang asyik mengikuti pelajaran
Bahasa Inggris, bel pulang pun berbunyi. Dan… inilah surga paling atas untuk
para pelajar. Tetapi aku tidak langsung pulang karena aku harus memakan bekalku
yang sudah kutunda. Kurasa kelas ini sudah mulai sepi. Begitu bekalku sudah
habis, aku langsung menggendong tas ku lalu turun kebawah untuk pulang. Saat
sedang berjalan menuju pintu gerbang, aku bertemu Kak Irfan dan temannya. Eh eh
eh tunggu dulu… dari matanya saja sudah kelihatan kalo dia ‘laki-laki bermata
elang itu’. Aku langsung bergidik merinding begitu mengingatnya.
Tadinya aku mau menghindar karena
aku tidak mau bertemu orang itu lagi tapi niatku berubah setelah Kak Irfan menggagalkannya dengan menyapaku, “eh
Nisa baru pulang?”.
“he eh iya Kak”, kataku gugup. Aku
mencoba untuk tidak melirik sedikitpun kearah laki-laki itu. Aduuuh! Mati rasa
nih! Kenapa sih harus ketemu sama dia lagi?! Kayaknya sempit banget ya dunia
ini sampe aku ketemu melulu sama orang satu ini! Pokonya siapapun namanya,
bagaimanapun orangnya kalau ada orang seperti dia lagi bakal kena sumpah
serapah dariku!
“Nis kok ngelamun?”, lagi-lagi Kak
Irfan menggagalkan sumpah serapahku ini.
“hah? Ng-ng Kak Aku pulang duluan
ya?”, tanpa aba-aba aku langsung pergi meningalkan Kak Irfan dan…siapa
itu….namanya—laki-laki bermata elang—itu.
Aku langsung menyetop angkot dan menaikinya.
Didalam angkot aku masih terus memikirkannya. Kenapa sih Kak Irfan punya teman
kayak Dia? Dan ada ya manusia seperti Dia? Tanpa kusadari angkot yang kunaiki
sudah ada didepan pintu gerbang komplekku. Setelah membayar, aku berjalan
santai memasuki gerbang komplek yang dijaga oleh satpam, Pak satpam itu ramah
kepada siapapun. Karena Dia, komplekku (sejak kapan aku mengklaim kalau komplek
ini menjadi milikku?) selalu aman dari bahaya apapun.
“Kak
nisa!!!!”, tiba-tiba ada suara nyaring memanggilku serta tangan yang menyentuh
bahuku. Toh ternyata Diva sedang
cengar-cengir disampingku. Aku hanya ikut cengar-cengir.
“Kamu mau kemana siang bolong
gini?”, tnyaku.
“Aku mau main kerumah Kak Nisa eh
tapi kebetulan ngeliat Kakak baru pulang, jadinya sekalian bareng aja hihihi”,
katanya, “boleh kan aku main kerumah Kakak?”, lanjutnya.
“hhm gimana ya? Yaudah boleh deh,
kebetulan dirumah Kakak lagi sendiri”.
“asiiiik. Hhm karena aku anak yang
baik aku mau kok ngebawain tas sekolah Kak Nisa yang berat ini”, tanpa ba-bi-bu
Diva langsung mengambil tas dari punggungku dan dibawanya lari sambil tertawa
girang.
“eh jangan! Ngerepotin tau, Kamu
kan tamu Kakak!”, cegahku sambil ikutan berlari menngejar Diva.
“biarin”, katanya sambil
menjulurkan lidahnya kerahku, “ayo kalo bisa tangkap aku sampai rumah kakak
hahaha”, lanjutnya masih dengan tertawa kegirangan.
Sesampainya dirumahku, Diva langsung
duduk di bangku dekat kolam ikan sambil melihat ke sekeliling halaman rumahku.
Sedangkan Aku memutar kunci pintu rumah
dan mempersilahkan Diva masuk, sama seperti tadi, Diva terus mengintograsi
sekeliling rumahku mulai dari lantai sampai dinding.
“kenapa div? ada yang
salah sama rumah ini?”, tanyaku.
“rumah kakak walaupun besar tapi
rapi banget ya?”, tiba-tiba kata-kata itu mengalun begitu saja dari mulut kecil
Diva.
NEXT TO BE CONTIUNED....