Namaku Queennytha
Chairunnisa Mutiara Az-zahra, biasa dipanggil Nisa. Aku berusia 15
tahun kelas X SMA (1 SMA). Sekolahku di SMA Negeri 12 Jakarta Selatan. Dulu SD
dan SMP ku di Bandung, Aku ikut dengan keluargaku pindah ke Jakarta karena
orang tuaku kerja dan kakakku yang kuliah di Jakarta. Disini, dilinkunganku,
Aku belum mendapatkan teman untuk bermain karena Aku baru 2 bulan pindah
disini. Mudah-mudahan Aku bisa deh beradptasi dengan lingkungan baruku.
Disekolah,
Aku mempunyai banyak teman mulai dari teman sekelas, kakak kelas, hingga guru
pun Aku jadikan teman. Tapi bedanya Aku lebih hormati sih. Hihihi
Suatu
sore, Aku sedang berkeliling taman komplek rumahku menggunakan sepeda. Lalu Aku
berhenti untuk sekedar duduk-duduk di bangku taman yang ramai dengan anak-anak
dan beberapa pedagang penjual mainan. Pada hari itu, baru pertama kalinya Aku
menggunakan celana jeans yang model pensil dengan atasan kaos biru panjang
serta jilbab putih kebiru-biruan. Karna selama di Bandung Aku lebih suka
memakai celana yang seperti celana anak laki-laki. Walaupun berjilbab, Aku ini
termasuk tomboy loh……
“Hhhm, air mancur itu bagus sekali dengan
tambahan pemandangan taman ini yang asri”, pekikku dalam hati.
Aku tersenyum-senyum sendiri sambil terus
memandangi suasana yang indah ini.
“Hay, boleh Aku duduk disini?”, tanya seorang
perempuan berambut panjang yang menepuk bahuku.
“Oh ya, silahkan saja”, kataku sambil
menggeser tubuhku kesamping sehingga anak perempuan itu bisa duduk.
“Makasih.
Ngomong-ngomong Kamu orang baru disini ya?”, tanya anak itu dengan senyuman
ramah.
Aku mengangguk.
“Kalo boleh tau nama Kamu siapa?”.
“Namaku Nisa, Kamu?”, tanyaku balik.
“Namaku
Diva. Oh ya rumahku di blok 4. Rumahmu?”
“Kalo rumahku di blok 6 disana”, kataku sambil
menunjuk gang rumahku.
“Waaah
kita bisa berteman ya? Hhhm Kamu sekolah dimana?”, katanya lagi.
“Boleh,
Aku sekolah di SMA 12 kelas 1. Kamu?”.
“Berarti
Aku panggil Kamu Kak Nisa aja deh supaya lebih sopan ya Kak?”, katanya sambil
tersenyum gembira.
Aku
mengernyitkan dahi.
“Lho
emang Kamu kelas berapa dan sekolah dimana?”, tanyaku.
“Aku masih kelas 3 SMP di SMP 17. Kak, Aku mau
banget kalo udah lulus, Aku sekolah di SMA Kakak, soalnya sekolah itu adalah
sekolah unggulan di kota ini”, katanya.
“Oh
ya? Bagus dong Kamu mau masuk sana, jadi Kakak ada temen kalo mau berangkat sekolah.
Hihihi”.
“Berarti
Kak Nisa anak baru disana ya? Gimana Kak rasanya pertama kali masuk disana?”,
tanyanya lagi.
“Iya
Div, pertama kali masuk sekolah Kakak pendiem banget, ya maklum lah namanya
juga anak baru kan?”.
“oh
ya, Kak Nisa nanti kelas 2 mau milih
jurusan apa?”, katanya dengan ekspresi muka sok tau.
“Kakak mau milih IPA. Emang kenapa Div?”.
“Gak papa Kak hehehe”, jawabnya sambil cengengesan.
Aku
melirik arloji ku yang tertutup lengan baju, ternyata sudah pukul 5 sore.
“Diva,
Kakak pulang dulu ya udah sore, lain kali kita sambung obrolan kita ya?”,
kataku sambil berdiri menaiki sepeda.
“Okeh
deh Kak, dadah Kakak cantik”, ledeknya sambil melambaikan tangan kepadaku.
Akupun hanya tersenyum.
Sesampainya dirumah, setelah memarkir sepeda
di garasi, Aku masuk kedalam ruang keluarga yang terlihat Mas Ikhsan, Kakakku
sedang ngemil makanan ringan sambil menonton berita sore di TV. Akupun langsung
duduk disamping Mas Ikhsan dan ikutan ngemil.
Makan
adalah hobiku setelah membaca, Aku bisa makan 3 kali sehari ditambah ngemil
tapi yang sangat membingungkan adalah Aku tidak pernah gemuk. Waktu itu Aku
senang sekali karna berat badanku naik 3 kg dari 40 kg sampai 43 kg. Tapi
tragisnya karena Aku sakit, berat badanku turun lagi menjadi 40 kg. Bayangkan,
untuk anak SMA seumuranku 40 kg adalah berat badan yang kerempeng
sekali.
“Mas ganti dong channelnya, bosen tau berita
melulu. Mending beritanya bagus, lah ini
tentang pembunuhan, perampokan, korupsi, penganiayaan pokoknya yang gak
bermutu melulu lah”, dengusku kesal sambil terus mengunyah makanan.
“Ah Kamu bawel Nis, Kamu tuh gak bakalan
ngerti tentang beginian. Nih Kamu abisin aja chitato Mas”, kata Mas Ikhsan sambil memberikan sebungkus chitato yang tinggal sedikit.
“Makasih
Mas, udah kenyang sama berita begituan , oh ya maklum aja deh Mas Ikhsan kan
anak politik jadi wajar lah kalo makanannya berita begituan mulu. Mendingan
tidur”, kataku ketus sambil naik ke tangga.
“Kamu yakin bisa kenyang, Nis? Paling sebentar
lagi Kamu turun ngambil makanan di kulkas ya kan?’’, ledek Mas Ikhsan sambil
tertawa terbahak-bahak.
“Ih
biarin bodo amat!’, jawabku sambil menjulurkan lidahku. Kesal.
Sesampainya dikamar, langsung kududukkan
tubuhku di kursi meja belajarku. Hhuh! Pokoknya Aku kesal sekali! Mulai
sekarang Aku mengibarkan bendera perang pada Mas Ikhsan! Kemudian Aku berlari
ke kamar mandi untuk mengganti celana super ketat ini. Aku tersiksa sekali
memakai celana ini. Setelah itu Aku membaringkan tubuhku di kasur, membayangkan
wajah lucu Diva.
“Hhm, Aku senang bisa berkenalan dengan
Diva. Diva itu lucu, baik, ramah. Akhirnya Aku dapet temam juga disini”, kataku
gemas sendiri.
Ayah dan Ibuku belum pulang dari kantor,
mereka memang workhacholik. Tapi untungnya mereka masih ingat kalau mereka
punya anak dan punya rumah. Kadang mereka juga lembur sampai jam 9 malam,
masa-masa itulah yang paling Aku tidak suka. Dan Aku termasuk beruntung karena
sebelom Ibu berangkat kerja, Ia selalu memasakkan makanan untukku dan Mas
Ikhsan agar Kami tidak kelaparan. Aku tidak mau hanya sekedar ditinggalkan uang
oleh Ibuku. Tapi lama-lama Aku sadar bahwa mereka bekerja seperti ini hasil
yang mereka dapatkan buat Aku dan Mas Ikhsan juga, tapi….. (kayaknya banyak
tapi mulu ya?) Aku gak mau kalo mereka sampai kelewat batas.
Lalu Aku teringat tentang buku yang diberi Tante
puput kemarin. Aku belum sempat membacanya. Aku berdiri menuju rak bukuku yang
berisi banyak buku, ada kamus, komik, ensiklopedi, dan novel. Mengambil sebuah
buku yang covernya sangat nyaman dimata dan tebal yang bejudul ‘Sunshine
Becomes You’ karya Ilana Tan yang sudah termasuk Best Seller. Aku mulai khusyuk
membacanya hingga terdengar adzan Maghrib berkumandang. Dan sebagai muslimah
Aku langsung mengambil air wudhu untuk menunaikan salat Maghrib.
Setelah salat, kulanjutkan membaca
novelnya. Lalu, Aku merapikan buku untuk besok sekolah. Dilanjutkan salat Isya. Kemudian Aku putuskan
untuk tidur.
Keesokan paginya...
Aku bangun pukul 5 pagi. Setelah mandi, berseragam, dan
solat Subuh. Aku turun ke ruang makan untuk sarapan pagi dengan keluargaku.
Terlihat Ibu, Ayah yang sudah siap dengan baju kantornya dan briefcasenya, dan
Mas Ikhsan yang juga sudah rapih dengan pakaian ala kampusnya.
"Pagi Ayah, Ibu, Mas Ikhsan", sapaku sambil
menarik kursi untuk duduk disamping Mas Ikhsan. Mereka hanya mengangguk. Aku
langsung mengambil piring dan menuangkan nasi goreng, lalu memakannya dengan
lahap. Selesai sarapan, Aku mengambil 2 tangkap roti isi selai dan menaruhnya
dikotak makanku.
Aku diantarkan sekolah oleh Mas Ikhsan yang ingin sekalian
pergi ke kampusnya.
"Nanti gak usah dijemput ya, Mas?", kataku begitu
sudah sampai didepan sekolahku.
"Lagipula siapa juga yang mau jemput Kamu?",
ledek Mas Ikhsan sambil cengar-cengir.
Mukaku bersungut-sungut.
"Yaudah sana masuk, nanti telat terus dihukum
loh", ledeknya lagi.
Aku hanya menjulurkan lidahku sambil masuk kedalam sekolah.
Aku berjalan menuju tangga untuk menuju ke kelasku. Banyak temanku, kakak
kelasku yang menyapa sekedar mengucapkan selamat pagi. Aku hanya tersenyum saja.
"Hay, Nis?", tiba-tiba ada seorang laki-laki yang
menepuk bahuku, ternyata Kak Irfan, kakak kelasku merangkap ketua OSIS di
sekolah ini. Kak Irfan terlihat bersama temannya, tapi Aku sama sekali nggak
mengenalnya. Kulihat matanya itu tiba-tiba terpusat kearahku.
"Oh hay juga, Kak", jawabku masih dengan
pandangan aneh kepada laki-laki yang ada disamping Kak Irfan itu. Dan laki-laki
itu masih saja memandangku dengan tatapan tajamnya.
"Kenapa Nis?", tanya Kak Irfan lagi.
"eh ng-ng-nggak papa kok. Kak, Aku ke kelas dulu
ya?", kataku gugup sambil berlari mencoba menghindar dari tatapan
mengerikan itu. Lalu Aku menaiki sisa anak tangga dan sampai di kelasku. Aku
masih memikirkan tatapan tajam laki-laki aneh itu.